Jumat, 12 Juni 2015

ANALISIS WACANA MODEL NORMAN FAIRCLOUGH



KELOMPOK 10
ANALISIS WACANA
Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaumpositivisme-empiris. Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara gramatikal) — Analisis Isi (kuantitatif). 
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara. –Analisis Framing (bingkai).
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma inimenekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori pertama dan kedua (discourse analysis).
Mengenai paradigma kritis, Stephen W. Littlejohn, seperti dikutip Alex Sobur, menjelaskan: “Perkembangan teori komunikasi massa yang didasarkan pada tradisi kritis Eropa (Marxis) cenderung memandang media sebagai alat ideologi kelas dominan. Tradisi Eropa berusaha mematahkan dominasi model komunikasi Amerika yang notabene adalah penganut aliran Laswellian ataupun stimulus-respon, teori yang berasumsi khalayak adalah konsumer pasif media massa.
Dengan kata lain, fenomena komunikasi massa bukanlah sekedar sebuah proses yang linear atau sebatas transmisi (pengiriman) pesan kepada khalayak massa, tetapi dalam proses tersebut komunikasi dilihat sebagai produksi dan pertukaran pesan (atau teks) berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna tertentu.” Salah satu tokoh pendirianalisis wacana kritis adalah Norman Fairclough.Sebagai ilmuwan eropa, hasil pemikiranNorman Fairclough tentang analisis wacana kritis dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Eropa. Ada tiga wilayah keilmuan yang cukup berpengaruh pada hasil-hasil pemikiran Norman Fairclough. Perama, di bidang bahasa, pemikiran norman fairclough dipengaruhi oleh Mikhail Bakhtin dan Michael Halliday.

A.    Klasifikasi Sebuah Makna Norman fairclough
Dikarenakan dalam sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subyektif. Didalam sebuah teks juga dibutuhkan penekanannya pada makna (Meaning) (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka langkah selanjutnya adalah kita memadukan kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya. Kemudian Norman fairclough mengklasifikasikan sebuah makna dalam analisis wacana sebagai berikut:
Translation (mengemukakan subtansi yang sama dengan media). Artinya: . Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Sedangkan sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel yang sistematis dari isi media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan penelitian.
Interpretation (berpegang pada materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar dapat dikemukakan konsep yang lebih jelas). Artinya: Kita konsentrasi pada satu pokok permasalahan supaya dalam menafsirkan sebuah teks tersebut kita bisa mendapat latar belakang dari masalah tersebut sehingga kemudian kita bisa menentukan sebuah konsep rumusan masalah untuk membedah masalah tersebut.Ekstrapolasi (menekankan pada daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan). Artinya: kita harus memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah tersebut, karena degnan teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi dari teks yang ada.
Meaning (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.
Dalam analisis wacana, Norman Fairclough juga memberikan tingkatan, sebagai berikut:
1)      Analisis Mikrostruktur (Proses Produksi)              :Menganalisis teks dengan cermat dan fokus supaya dapat memperoleh data yang dapat menggambarkan representasi teks. Dan juga secara detail aspek yang dikejar dalam tingkat analisis ini adalah garis besar atau isi teks, lokasi, sikap dan tindakan tokoh tersebut dan seterusnya.
2)      Analisis Mesostruktur (Proses interpretasi)            :Terfokus pada dua aspek yaitu produksi teks dan konsumsi teks.
3)      Analisis Makrostruktur (Proses wacana)               :Terfokuspada fenomena dimana teks dibuat. Dengan demikian, menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tidak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. 
Posisi metodologis analisis wacana kritis Norman Fairclough. Sebagai sebauh hasil pemikiran yang bisa dikategorikan sebagai hasil pemikiran kontemporer di bidang komunikasi, analisis wacana kritis milik Norman Fairclough cukup gencar manyatakan bahwa teks/naskah di media selalu tidak lepas dari konteks sosial. Dengan mengetahui pertautan dan bahkan pertarungan kepentingan dibalik teks/naskah di media akan mematahkan sebuah anggapan yang menyatakan bahwa teks/naskah di media merupakan produk yang netral-obyektif. 
Dengan demikian, secara tegas analisis wacana kritis masuk dalam kategori teori yang menggunakan perspektif subyektif. Analisis wacana kritis juga masuk dalam kategori teori yang menggunakan pendekatan kualitatif-naturalistik. Hal tersebut tercermin dari usaha analisis wacana kritis untuk mengungkapkan kenyataan di balik teks/naskah di media dengan keterkaitannya dengan konteks produksi teks, konsumsi teks dan aspek sosial-budaya-politik yang mempengaruhi pembuatan teks. Berbeda dengan teori komunikasi lain semisal teori Shannon dan Weaver yang terkenal dengan bukunya yang berjudul Mathematical Theory of Communication tahun 1949. Dalam teori Shannon dan Weaver tersebut, untuk menganalisa proses komunikasi, maka bisa diteliti menggunakan rumus matematika. Teori Shannon dan Weaver tersebut masuk dalam kategori Obyektif-Positvistik, sedangkan analisis wacana kritis masuk dalam teori yang menggunakan pendekatan Subyektif-Kualitatif dan tentu saja Naturalistik.

ANALISIS WACANA MODEL VAN DIJK



KELOMPOK 9
ANALISIS WACANA

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Meskipun ada gradasi yang besardari berbagai definisi, titik singgungnya adalah analisis wacanaa berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa. Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana? Disini ada beberapa perbedaan pandangan. Mohammad A. S. Hikam dalam suatu tulisannya telah membahas dengan baik perbedaan paradigma analisis wacanaa dalam melihat bahasa ini yang akan diringkas sebagai berikut.Paling tidak ada tiga pandangan mengeneai bahasa dalam analisis wacanaa. Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivme-empiris. Oleh kaum ini , bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek diluar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakaipenyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris.
Salah satu cirri daripemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacanaa, konsekuensi logis dari pemahaman ini orangtidak perlu mengetahui makna-makna subjektif ataunilaiyangmendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliranpositivme-empiris tentang wacanaa. Analisis wacanaa dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacanaa lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik). Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme.
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacanaa serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S. Hikam, subjek memiliki kemampuan-kemampuan melakukan control terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacanaa. Bahasa dipahami dalam paradigm ini diatur dan dihidupkan oleh pernyatan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis wacanaa dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membonhgkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacanaa adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan diantaranya dengan memnempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitive pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih belummenganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacanaa, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigm kritis. Analisis wacanaa tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacanaa dalam paradigm ini menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa disini tidak difahami sebagai medium netral yang terletak diluar diri si pembicara.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi didalamnya. Oleh karena itu, analisis wacanaa dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacanaa, perspektif yang merti dipakai, topic apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacanaa melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. karena memakai perpektif kritis, analisis wacanaa kategori ketiga itu juga disebut sebagai analisis wacanaa kritis (Critical Discourse Analysis/CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacanaa dalam kategori yang pertama atau kedua (Discourse Analysis). Analisis wacana muncul sebagai suatu reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam hal ini para pakar analisis wacana mencoba untuk memberikan alternative dalam memahami hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam linguistik, semua unsure bahasa terikat pada konteks pemakaian. Oleh karena itu, analisis wacana sangat penting untuk memahamihakikat bahsa dan perilaku berbahasa termasuk belajar bahasa.
Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun tulis, misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Selanjutnya stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankankajiannya pada penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antar penutur. Jadi jelasnya analisis wacan bertujuan untuk mencari keteraturan bukan kaidah. Yang dimaksud dengan keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakatsecara realita dan cenderung tidak merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. Kartomiharjo (1999:21) mengungkap bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Analisis wacana lazim digunakan untuk menemukan makna wacana yang persis sama atau paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana tulis.
A.    Teori Kognisi Sosial Teun A. Van Djik
Dari begitu banyak model analisis wacana yang diintoduksikan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin disebabkan karena van Dijk menformulasikan elemen-elemen wacana, sehingga bisa dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial” (Eriyanto 2001:221). Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi. Proses produksi itu melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Di sini ada dua bagian, yaitu teks yang mikro yang merepresentasikan suatu topik permasalahan dalam berita, dan elemen besar berupa struktur sosial. van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi sosial tersebut mempunyai dua arti. Di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses teks tersebut diproduksi oleh wartawan/ media, di sisi lain ia menggambarkan nilai-nilai masyarakat itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan dan akhirnya digunakan untuk membuat teks berita (Eriyanto 2001:222).
Dalam buku Eriyanto, Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/ pikiran dan kesadaran membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang pertama, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis Van Dijk (Eriyanto 2001:225).
Ø  Teks
Van Dijk membagi struktur teks ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka atau skema suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga,struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, parafrase dan lain-lain.
Meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan baru kemudian pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Kita bisa membuat pemberitaan tentang demonstrasi mahasiswa terhadap isu kenaikan BBM. Misalnya, Koran A mengatakan bahwa aksi ini terjadi karena kekecewaan mahasiswa dan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM semata tanpa ada motif atau tuntutan yang lain.
Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata dipandang sebagai cara berkomunikasi melainkan sebagai politik berkomunikasi, suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang. Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu elemen dalam teks. Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut:
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati
Dari topic/tema yang diangkat oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan,
Isi, penutup, dan kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati
Dari pilihan kata, kalimat dan gaya
yang dipakai oleh suatu teks


1.                   Struktrur makro (thematic structure)

Struktur makro merupakan makna global sebuh teks yang dapat dipahami melalui topiknya. Topik direpresentasikan ke dalam suatu atau beberapa kalimat yang merupakan gagasan utama/ide pokok wacana. Topik juga dikatakan sebagai “semantic macrostructure” (van Dijk, 1985:69). Makrostruktur ini dikatakan sebagai semantik karena ketika kita berbicara tentang topik atau tema dalam sebuah teks, kita akan berhadapan dengan makna dan refrensi.
                                
2.                   Superstruktur (superstructure)

 Superstruktur merupakan struktur yang digunakan untuk mendeskripsikansehemata, di mana keseluruhan topik atau isi global berita diselipkan. Superstruktur ini mengorganisikan topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit beritanya berdasarkan urutan atau hiraki yang diinginkan. Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks.
Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Misalnya berita tentang konser Dewi Persik yang batal diselenggarakan karena mendapat protes dan kecaman keras dari masyarakat. Episode ini umumnya juga akan didukung oleh latar, misalnya, dengan mengatakan ini pembatalan konser Dewi Persik yang kesekian kali. Dengan demikian, latar umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khalayak.
Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh wartawan dari komentar beberapa tokoh. Menurut van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang disembunyikan. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.

3.    Struktur Mikro
Struktur mikro adalah struktur wacana itu sendiri yang terdiri atas beberapa elemen, yaitu:

1)   Elemen sintaksis
Elemen sintaksis merupakan salah satu elemen penting yang dimaanfaatkan untuk mengimplikasikan ideologi. Dengan kata lain, melalui struktur sintaksis tertentu, pembaca dapat menangkap maksud yang ada dibalik kalimat-kalimat dalam berita. Melalui struktur sintaksis, wartawan dapat menggambarkan aktor atau peristiwa tertentu secara negafit maupun posifit.
a.       Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarakata, atau kalimat dalam teks, Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Proposisi “demontrasi mahasiswa” dan “nilai tukar rupian melemah” adalah dua buah fakfa yang bernilai. Dua buah proposisi itu menjadi berhubung sebab-akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan” sehingga kalimatnya menjadi “Demontrasi” mahasiswa mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Dua buah kalimat itu menjadi tidak berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan”. Kalimatnya kemudian menjadi “Demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah”. Dalam kalimat ini, antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilia tukar rupiah dipandang tidak saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain atau menjadi penyebab kalimat lain.
b.      Koherensi Kondisional
Koherensi Kondisianal diantaranya ditandai dengan pemakian anak kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat,di mana kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung konjungsi, seperti “yang” atau “dimana”. Kalimat kedua fungsinya hanya sebagai penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak anak kalimat itu,tidak akan mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingam komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik/buruk terhadap suatu pertanyaan. Seperti dalam sebuah kalimat “PSSI, yang selalu kalah dalam pertandingan internasional. Tidak jadi dikirim ke Asian Games”. Arti kalimat tersebut tidak akan berubah jika seandainya diubah menjadi “PSSI tidak jadi dikirim ke Asean Games”. Anak kalimat “yang selalu kalah dalam pertandingan” selain menjadi penjelas juga bermakna ejekan terhadap PSSI.
c.       Koherensi pembeda
Jika koherensi kondisional berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan/dijelaskan. Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan, bagaimana dua buah peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Seperti mengenai kebebasan pers di ers Gus Dur, pada era Gus Dur kebebasan pers dijamin, namun terjadi peristiwa penduduk banser terhadap harian jawa post hingga menyebabkan koran tersebut tidak bisa terbit. Dua buah peristiwa itu terpisah, tidak berhubungan, juga tidk menyulut peristiwa lain. Akan tetapi, kedua masalah tersebut bisa dibuat berhubungan dengan cara membuat satu peristiwa sebagai kebalikan/kontras dari peristiwa lain. Dalam contoh kasus tersebut, bisa saja dikatakan alangkah berbedanya masa pemerintahan Habibie dan Gus Dur, atau pemerintah Habibie lebih baik dari pada pemerintah Gus Dur.
d.      Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagai mana wartawan menyembunyikan apa yang anggin diekpresikan secara amplisit. Penginakaran ini menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu, pahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.
e. Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menyatakan apakah A yang menjelaskan B, atau B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini jika diperjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan objek (diterangkan) dan predikat (menerangkan). Bentuk lain adalah dengan pemakian urutan kata-kata yang mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertam, menekankan atau menghilangkan dengan penempatan dan pemakian kata atau frase yang mencolok dengan menggunakan pemakian semantik. Yang juga penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah posisi proposisi dalam kalimat. Bagaiman proposisi-proposisi diatur dalam satu rangkaian kalimat. Termasuk ke dalam bagian bentuk kalimat ini adalah apakah berita itu memakai bentuk deduktif atau indukfit. Dedukfit adalah bentuk penulisan kalimat dimana inti kalimat (umum) ditempatkan di bagian mukak, kemudian disusul dengan keterangan tambahan (khusus). Sebaliknya, bentuk induktif adalah bentuk penulisan di mana inti kilimat ditempatkan di akhir setelah keterangan tambahan.
f.     Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imanjinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menujukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseoarang dapat menggunakan “kami” atau “saya” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator. Namun, ketika menggunakan kata ganti “kita”, sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tersebut. pemakian kata ganti yang jamak seperti “kita” (atau“kami”)http://sastrawanmania.blogspot.com/2012/01/analisis-wacana-vandijk.html mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian, yang pada dasarnya merupakan upaya merangkul dan menghilangkan oposisi yang ada. Pemakian kata ganti “kita” menciptakan komunitas antara wartawan dan para pembaca.

2)   Elemen Semantik (makna lokal)
Elemen semantik ini sangat erat hubunganya dengan elemen leksikon dan sintaksis sebab penggunaan leksikon dan struktur sintaksis tertentu dalam berita dapat memunculkan makna tertentu. Berikut ini adalah unsur-unsur wacana yang tergolong ke dalam elemen semantik.
1.      Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mengpengaruhi semantik (arti) yang inggin ditampilkan. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks (Eriyanto, 2006.235). oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang inggin disampaikan oleh wartawan. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana teks dibawah.
2.      Detil
Elemen wacana detil berhunungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang (Eriyanto, 2006: 238). Detil yang lengkap dan panjang merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan komunikator.

3.      Maksud
Elemen wacana maksud hampir sama dengan detil, hanya saja elemen maksud meliat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.
4.      Pranggapan
Elemen wacana pranggapan merupakan pertanyaan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Pranggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Pranggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidk perlu dipertanyakan. Seperti dalam suatu domonstrasi mahasiswa. Seseorang yang setuju dengan gerakan mahasiswa akan memakai praanggapan berupa pernyataan “perjuangan mahasiswa menyuarakan hati nurani rakyat”. Pernyataan ini  merupakan suatu premis dasar yang akan menentukan proposisi dukunganya terhadap gerakan mahasiswa pada kalimat berikutnya.

3)    Elemen leksikon
Elemen leksikom menyangkut pemilihan diksi. Pemilihan diksi telah diketahui dapat mengeskspresikan idiologi maupun persuai, sebagaimana yang terjadi pada “terrorist” dan “freedomfighter”. Bagaimana aktor yang sama digambarkan dengan dua diksi yang berbeda berimplikasi pada pemahaman pembaca tenteng aktor tersebut.


4)   Elemen Retorik
Elemen ritorik menyangkut penggunaan repetisi, alitersi, metafora yang dapat berfungsi sebagai “idiologi control” manakalah sebuah informasi yang kurang baik tentang aktor tertentu dibuat kurang mencolok sementara informasi tentang aktor lain ditekankan. Dengan kata lain, retorik ini digunakan untuk memberi penekanan posifif atau negatif terhadap aktor atau peristiwa dalam berita.
a.       Grafis
Elemem ini merupakan bagian untuk memberikan apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam berita elemen grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda dibandingkan tulisan lain, seperti pemakian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, huruf dengan ukuran lebih besar,termasuk pemakian caption, raster, grafik, gambar, foto dan tabel untuk mendukung pesan. Pemakian angka-angka dalam berita diantaranyadigunakan untuk menyugestikan kebenaran, ketelitian, dan posisi dara suatu laporan. Pemakian jumlah, ukuran statistik menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2006:258) bukan semata bagian dari standar jurnalistik, melainkan juga menyugestikan presisi dari apa yang hendak dikatakan dalam teks.
b.      Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan,ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagian ornamen atau bumbuu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakian metafora tertentu bisa jadi pakian oleh wartawan secara strategi sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat tertentu kepada publik. Penggunaan ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan ungkapan ayat suci dipakai untuk memperkuat pesan utama.