KELOMPOK 10
ANALISIS
WACANA
Disiplin ilmu yang mempelajari
wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian
yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik
dalam bentuk tulis maupun lisan.
Ada tiga pandangan mengenai
bahasa dalam bahasa. Pandangan pertama diwakili kaumpositivisme-empiris.
Menurut mereka, analisis wacana menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan
pengertian bersama. Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau
ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (titik perhatian didasarkan pada
benar tidaknya bahasa secara gramatikal) — Analisis Isi (kuantitatif).
Pandangan kedua disebut sebagai
konstruktivisme. Pandangan ini menempatkan analisis wacana sebagai suatu
analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah
suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang mengemukakan
suatu pertanyaan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi
sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.
–Analisis Framing (bingkai).
Pandangan ketiga disebut sebagai
pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma inimenekankan pada konstelasi
kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak
dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa
dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu,
tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena
itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses
bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang
mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu
terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis
wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (critical
discourse analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori
pertama dan kedua (discourse analysis).
Mengenai paradigma kritis,
Stephen W. Littlejohn, seperti dikutip Alex Sobur, menjelaskan: “Perkembangan
teori komunikasi massa yang didasarkan pada tradisi kritis Eropa (Marxis)
cenderung memandang media sebagai alat ideologi kelas dominan. Tradisi Eropa
berusaha mematahkan dominasi model komunikasi Amerika yang notabene adalah
penganut aliran Laswellian ataupun stimulus-respon, teori yang berasumsi
khalayak adalah konsumer pasif media massa.
Dengan kata lain, fenomena
komunikasi massa bukanlah sekedar sebuah proses yang linear atau sebatas
transmisi (pengiriman) pesan kepada khalayak massa, tetapi dalam proses
tersebut komunikasi dilihat sebagai produksi dan pertukaran pesan (atau teks)
berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna tertentu.”
Salah satu tokoh pendirianalisis wacana kritis adalah Norman Fairclough.Sebagai
ilmuwan eropa, hasil pemikiranNorman Fairclough tentang analisis wacana kritis
dipengaruhi oleh sejumlah pemikir Eropa. Ada tiga wilayah keilmuan yang cukup
berpengaruh pada hasil-hasil pemikiran Norman Fairclough. Perama, di bidang
bahasa, pemikiran norman fairclough dipengaruhi oleh Mikhail Bakhtin dan
Michael Halliday.
A.
Klasifikasi Sebuah Makna Norman fairclough
Dikarenakan dalam sebuah teks
tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subyektif. Didalam sebuah teks
juga dibutuhkan penekanannya pada makna (Meaning) (lebih jauh dari interpretasi
dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal budi).
Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah
mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah
masalah, maka langkah selanjutnya adalah kita memadukan kedua hal tersebut
menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori
untuk membedahnya. Kemudian Norman fairclough mengklasifikasikan sebuah makna
dalam analisis wacana sebagai berikut:
Translation (mengemukakan
subtansi yang sama dengan media). Artinya: . Pada dasarnya teks media massa
bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks
selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai
realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan
pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Sedangkan
sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel yang sistematis dari
isi media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan penelitian.
Interpretation (berpegang pada
materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar dapat dikemukakan konsep
yang lebih jelas). Artinya: Kita konsentrasi pada satu pokok permasalahan
supaya dalam menafsirkan sebuah teks tersebut kita bisa mendapat latar belakang
dari masalah tersebut sehingga kemudian kita bisa menentukan sebuah konsep
rumusan masalah untuk membedah masalah tersebut.Ekstrapolasi (menekankan pada
daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan). Artinya: kita harus
memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah tersebut, karena degnan
teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi dari teks yang ada.
Meaning (lebih jauh dari
interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya pikir dan akal
budi). Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga
telah mendapat sebuah gambaran tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah,
maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi
kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk
membedahnya.
Dalam analisis wacana, Norman
Fairclough juga memberikan tingkatan, sebagai berikut:
1)
Analisis
Mikrostruktur (Proses Produksi) :Menganalisis teks dengan
cermat dan fokus supaya dapat memperoleh data yang dapat menggambarkan
representasi teks. Dan juga secara detail aspek yang dikejar dalam tingkat
analisis ini adalah garis besar atau isi teks, lokasi, sikap dan tindakan tokoh
tersebut dan seterusnya.
2)
Analisis
Mesostruktur (Proses interpretasi) :Terfokus pada dua aspek
yaitu produksi teks dan konsumsi teks.
3)
Analisis
Makrostruktur (Proses wacana) :Terfokuspada fenomena dimana teks dibuat. Dengan
demikian, menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana (naskah/teks) kita
tidak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik
teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan
aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.
Posisi metodologis
analisis wacana kritis Norman Fairclough. Sebagai sebauh hasil pemikiran yang
bisa dikategorikan sebagai hasil pemikiran kontemporer di bidang komunikasi,
analisis wacana kritis milik Norman Fairclough cukup gencar manyatakan bahwa
teks/naskah di media selalu tidak lepas dari konteks sosial. Dengan mengetahui
pertautan dan bahkan pertarungan kepentingan dibalik teks/naskah di media akan
mematahkan sebuah anggapan yang menyatakan bahwa teks/naskah di media merupakan
produk yang netral-obyektif.
Dengan demikian,
secara tegas analisis wacana kritis masuk dalam kategori teori yang menggunakan
perspektif subyektif. Analisis wacana kritis juga masuk dalam kategori
teori yang menggunakan pendekatan kualitatif-naturalistik. Hal tersebut
tercermin dari usaha analisis wacana kritis untuk mengungkapkan kenyataan di
balik teks/naskah di media dengan keterkaitannya dengan konteks produksi teks,
konsumsi teks dan aspek sosial-budaya-politik yang mempengaruhi pembuatan teks.
Berbeda dengan teori komunikasi lain semisal teori Shannon dan Weaver yang
terkenal dengan bukunya yang berjudul Mathematical Theory of Communication
tahun 1949. Dalam teori Shannon dan Weaver tersebut, untuk menganalisa proses
komunikasi, maka bisa diteliti menggunakan rumus matematika. Teori Shannon dan
Weaver tersebut masuk dalam kategori Obyektif-Positvistik, sedangkan analisis
wacana kritis masuk dalam teori yang menggunakan pendekatan Subyektif-Kualitatif
dan tentu saja Naturalistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar