KELOMPOK 4
ANCANGAN KAJIAN WACANA
A.
Pengertian Kajian Wacana
Kajian
merupakan suatu kata yang berasal dari kata “kaji” yang berartipelajaran dan
atau penyilidikan (tentang sesuatu). Bermula dari pengertian kata dasar yang
demikian, kata ”kajian” berarti proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan
(pelajaran yang mendalam). Sebuah wacana mempunyai dimensi yang luas karena
wacana diproduksi oleh masyarakat pemiliknya yang beragam dan kaya budaya.Untuk
memahami secara mendalam dan tuntas diperlukan berbagai sudut pandang.Ada enam
ancangan kajian wacana, diantarannya: teori tindak tutur, teori sosiolingustik
interaksional, teori etnografi komunikasi, teori pragmatik, teori analisis
percakapan, dan teori analisis variasi.
1. Kajian
Pragmatik
Kajian wacana
dengan pendekatan pragmatik bertujuan untuk menggambarkan substansi suatu
wacana dengan memanfaatkan epistemologi pragmatik. Sasaran kajiannya adalah
menemukan dan mengungkap karakteristik wacana menurut kacamata pragmatik.
Objek kajian
wacana dengan pendekatan ini adalah aspek pragmatik yang terdapat dalam sebuah
wacana. Misalnya memotret dan memahami (1) prinsip dan maksim kesantunan
penuturan wacana, (2) prinsip maksim kerjasama penuturan wacana, (3) prinsip
dan maksim kelakar dalam wacana humor, (4) prinsip dan maksim persuasif dalam
wacana pariwara, (5) prinsip dan maksim tutur dalam wacana peradilan, (6)
prinsip dan maksim tutur dalam wacana negosiasi, (7) prinsip dan maksim
tutur dalam wacana debat, (8) nilai kesantunan yang terdapat dalam wacana, dan
sebagainya..
Penerapan
prinsip tersebut mengarah pada pandangan struktur wacana definite (secara
nyata dapat didefinisikan) yang tahapannya menggantung batas-batas yang
ditentukan oleh satu bagian wacana pada apa yang muncul dalam teks, sebab
pengaruh prinsip komunikasi umum pada realisasi linguistik makna penutur pada waktu
yang berbeda. Misalnya, analisis tahapan acuan kami, dinyatakan bahwa informasi
tekstual dan kontekstual disajikan dalam posisi awal dalam wacana disajikan
sebagai latar belakang yang menetapkan bagaimana banyaknya informasi menjadi
tepat dalam posisi teks, dan juga relevansi tujuan informasi tersebut.
Penerapan
prinsip kerja sama dalam satu bagian wacana membantu membatasi pilihan orang
lain; secara fungsional memiliki dasar saling ketergantungan yang membantu
menciptakan tahapan karakteristik aturan wacana dan membiarkan orang tersebut
menggunakan teks dan konteks sebagai sumber yang komunikatif antarsesama
manusia.
2. Etnografi Komunikasi
Kajian
sosiolinguistik yang tergolong mendapat perhatian cukup besar adalah kajian
tentang etnografi komunikasi.Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan
kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat,
kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Dalam Deborah Schiffrin (2007: 185) .
Konsep
etnografi wicara di dalam sosiolinguistik menurut Hymes merupakan bagian dari
kajian komunikasi secara keseluruhan.Untuk itu perlu dipahami beberapa konsep
penting yang berkaitan dengan etnografi wicara.
Deborah
Schiffrin (2007: 261), Ancangan kajian etnografi terhadap wacana diperlukan
untuk menemukan dan menganalisis struktur-struktur dan fungsi-fungsi dari
komunikasi yang mengatur penggunaan bahasa dalam situasi tutur, peristiwa
tutur, dan tindak tutur.
3. Kajian Analisis
Variasi
Ancangan wacana
variosionis berasal dari studi kuantitatif perubahan dan variasi linguistic.Walaupun
analisis tersebut secara tipical berfokus pada pembatasan-pembatasan social dan
linguistic pada varian equivalen secara semantic, ancangan tersebut juga
diperluas ke arah teks.Kami melihat bahwa unit dasar narasi adalah peristiwa,
unit dasar daftar adalah kesatuan. Informasi utama daftar adalah deskriftif.
Pembandingan tersebut merefleksikan tendensi variasiois terhadap tuturan wacana
dalam istilah yang sama yang digunakan dengan orientasi linguistic secara
structural: “unit-unit” beranak-pihak ke arah konstituen: “informasi” dalam
pengertian proposional (meskipun fakta bahwa proposisi sendiri memilki
interpretasi evaluative);”struktur” adalah aturan sintagmatis dan paradigmatis
dari unit-unit dalam pola-pola berulang (Deborah Schiffrin 2007: 426)
4. Teori Tindak Tutur
Tindak tutur
atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral
dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur
merupakan dasar bagi nanalisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan,
perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan.
Kajian pragmatik yang tidak mendasarkan analisisnya pada tindak tutur bukanlah
kajian pragmatik dalam arti yang sebenarnya.
Dari literatur pragmatik, dapat
dijelaskan bahwa tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat
psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturannya
itu.serangkaian tindak tutur akan membentuk suatu peristiwa tutur (speech
event).
Jadi dapat
disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang mengandung tindakan
sebagai suatu fungsional dalam komunikasi yang mempertimbangkan aspek situasi
tutur.
Pembagian kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah
berdasarkan bentuk kalimat secara terlepas.Artinya kalimat dilihat atau
dipandang sebagai satu bentuk keutuhan tertinggi. Kalau kalimat-kalimat itu
dipandang pada tataran yang lebih tinggi yakni dari tingkat wacana maka
kalimat-kalimat tersebut dapat saja menjadi tidak sama antara bentuk formalnya
dengan bentuk isinya. Ada kemungkinan sebuah kalimat deklaratif atau kalimat
interogatif tidak lagi berisi pernyataan dan pertanyaan melainkan menjadi
berisi perintah. Hal ini dilakukan untuk mempertimbangkan norma sosial dan
etika tutur. Jadi, bukan kalimat imperatif yang diujarkan melainkan kalimat
deklaratif atau interogatif.
Austin(1962) dalam Deborah
Schiffrin (2007:63) membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi
kalimat konstatif dan kalimat performatif. Yang dimaksud dengan kalimat
konstatif adalah kalimat yang berisi pernyataan belaka seperti “Ibu dosen kami
cantik sekali”, atau “Pagi tadi dia terlambat bangun”.Sedangkan yang dimaksud
dengan kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan. Artinya apa
yang diucapkan oleh si pengujar berisi apa yang dilakukannya. Misalnya, kalau
seorang rektor mengatakan, “Dengan mengucapkan Bismillah acara pelatihan ini
saya buka”, maka makna kalimat itu adalah apa yang diucapkannya. Atau dengan
kata lain, apa yang dilakukannya itu adalah apa yang diucapkannya.
Kalimat performatif dapat digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara
eksplisit dan implisit.Secara eksplisit, artinya, dengan menghadirkan kata-kata
yang mengacu pada pelaku seperti saya atau
kami.Umpamanya, “Saya berjanji akan
mengirimkan uang itu secepatnya”.Sedangkan kalimat performatif yang implisit
adalah yang tanpa menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku.Misalnya “jalan
ditutup” (yang secara implisit memperingatkan untuk tidak melewati jalan itu). Di
balik kalimat-kalimat performatif yang implisit itu tentunya ada pihak yang
meminta agar kita melakukan apa yang dimintanya.
Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin
(1962: 100-102) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung
sekaligus, yaitu:
1. Tindak tutur lokusi, yakni
tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur
dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (pernyataan). Misalnya,
“Ibu berkata kepada saya agar saya membantunya”.
2. Tindak tutur ilokusi, adalah
tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang
eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin,
mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.Misalnya “Ibu
menyuruh saya agar segera berangkat”.Kalau tindak tutur ilokusi hanya berkaitan
dengan makna, maka makna tindak tutur ilokusi berkaitan dengan nilai, yang
dibawakan oleh preposisinya.
3. Tindak tutur perlokusi,
adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan
dengan sikap dan perilaku nonlinguistic dari orang lain itu. Misalnya, karena
adanya ucapan dokter (kepada pasiennya) “Mungkin ibu menderita penyakit jantung
koroner”, maka si pasien akan panik dan sedih.
4. Tindak
tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan
kalimat performatif yang eksplisit.Menurut pendapat Austin ilokusi adalah
tindak melakukan sesuatu.Ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud
dan fungsi atau daya tuturan. Bagi Austin, tujuan penutur dalam bertutur bukan
hanya untuk memproduksi kalimat-kalimat yang memiliki pengertian dan acuan
tertentu. Bahkan tujuannya adalah untuk menghasilkan kalimat-kalimat yang
memberikan konstribusi jenis gerakan interaksional tertentu pada
komunikasi.Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan den gan pemberian izin, mengucapkan
terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan. Misalnya:
1.
Sudah hampir pukul tujuh
Kalimat di atas bila dituturkan oleh seorang suami kepada
istrinya di pagi hari, selain memberi informasi tentang waktu, juga berisi
tindakan yaitu mengingatkan si istri bahwa si suami harus segera berangkat ke
kantor, jadi minta disediakan sarapan. Oleh karena itu, si istri akan menjawab
mungkin seperti kalimat berikut, “Ya Pak! Sebentar lagi sarapan siap.
5. Tindak
tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana adanya
atau The Act of Saying Something tindakan untuk mengatakan sesuatu.Fokus
lokusi adalah makna tuturan yang diucapkan, bukan mempermasalahkan maksud atau
fungsi tuturan itu.Rohmadi mendefinisikan bahwa lokusi adalah tindak bertutur
dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata,
frasa, dan kalimat itu.Lokusi dapat dikatakan sebagai the act of saying
something.Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi
karena dalam pengidentifikasiannya tidak memperhitungkan konteks tuturan. Dengan
kata lain, tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu
dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan
dapat dipahami. Misalnya:
1) Jembatan
Suramadu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura
2) Tahun
2004 gempa dan tsunami melanda Banda Aceh.
Dua kalimat di atas dituturkan oleh
seorang penutur semata-mata hanya untuk memberi informasi sesuatu belaka, tanpa
tendensi untuk melakukan sesuatu.apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
Informasi yang diberikan pada kalimat pertama adalah mengenai jembatan Suramadu
yang menghubungkan pulau Jawa dan Pulau Madura.Sedangkan kalimat kedua memberi
informasi mengenai gempa dan tsunami yang pada tahun 2004 melanda Banda
Aceh.Lalu, apabila disimak baik-baik tampaknya tindak tutur louksi ini hanya
memberi makna secara harfiah, seperti yang dinyatakan dalam kalimatnya.
6.
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan
dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku
nonlinguistik dari orang lain. Misalnya:
1. Rumah
saya jauh sih
2. Minggu
lalu saya ada keperluan keluarga yang tidak dapat ditinggalkan
Tuturan pada kalimat pertama bukan hanya memberi informasi
bahwa rumah si penutur itu jauh, tetapi juga bila dituturkan oleh seorang guru
kepada kepala sekolah dalam rapat penyusunan jadwal pelajaran pada awal tahun
menyatakan maksud bahwa si penutur tidak dapat datang tepat waktu pada jam
pertama. Maka efeknya atau pengaruhnya yang diharapkan si kepala sekolah akan
memberi tugas mengajar tidak pada jam-jam pertama, melainkan pada jam-jam lebih
siang. Kalimat kedua selain memberi informasi bahwa si penutur pada minggu lalu
ada kegiatan di keluarga, juga bila dituturkan pada lawan tutur yang pada
minggu lalu mengundang untuk hadir pada resepsi pernikahan, bermaksud juga
minta maaf.Lalu, efek yang diharapkan adalah agar si lawan tutur memberi maaf
kepada si penutur.
Untuk
memperjelas pemahaman kita tentang lokusi, ilokusi dan perlokusi dapat kita
lihat dengan memberi contoh dalam satu tuturan.
“Anjing
galak itu ada di kebun”
Jika penutur yang mengatakan kalimat tersebut sedang
berusaha memproduksi kalimat yang maknanya didasarkan pada acuan anjing dan
kebun tertentu dalam dunia luar, maka penutur ini sedang memproduksi tindak
lokusi.Sedangkan jika si penutur bermaksud memperingatkan seseorang agar tidak
masuk ke dalam kebun karena di dalam kebun ada anjing galak, maka peringatan
merupakan daya ilokusi ujaran itu. Dan Jika dengan mengujarkan “Anjing galak
itu ada di kebun”, penutur berhasil menghalangi pendengarnya untuk masuk ke
dalam kebun, maka melalui ujaran ini, penutur telah melakukan suatu tindak
perlokusi.
5.
Kajian Sosiolinguistik Interaksional
Definisi di pembahasan sosiolinguistik
interaksional ini bukan definisi yang semestinya.Akan tetapi, definisi di
pembahasan sosiolinguistik interaksional ini adalah pandangan atau lebih
tepatnya sebuah kontribusi dari dua tokoh yang akhirnya bisa mengembangkan
masalah sosiolinguistik interaksional.Dalam bagian ini, Deborah (2007: 125)
mendeskripsikan gagasan dasar sosiolingustik interaksional.Deborah mengawali
dengan kerja Gumperz dan kemudian beralih ke kerja Goffman.
Bahwa sosiolinguistik interaksional memberikan
sebuah ancangan wacana yang berfokus pada peletakan makna atau penempatan
makna.Jadi, Gumperz fokus pada ditempatkanya inference (dugaan),
sedangkan Goffman memberikan kerangka kerja sosiologis untuk mendeskripsikan
dan memahami bentuk dan makna untuk konteks sosial dan interpersonal yang
memberikan praduga untuk interpretasi makna. Mencoba menemukan penempatan makna
dan mencari bagaimana makna tersebut memberi kontribusi ke arah proses dan
pemerolehan interaksi.
6.
Kajian Analisis
Percakapan
Analisis percakapan (AP) merupakan suatu pendekatan analisis wacana
(Achmad, 2006:11) dalam http://abdurahman-padang.blogspot.com/2012/11/analisis-percakapan-pasambahan.html. Pendekatan ini telah dipopulerkan
oleh ahli sosiologi Garfinkel berdasarkan ancangan etnometodelogi dan kemudian
diterapkan dalam analisis percakapan oleh Sack (1975) dan Jeffersen (1974). AP
berbeda dengan cabang sosiologi karena bukan hanya mengalisis aturan sosial
tapi juga mencari dan menemukan cara atau metode yang digunakan anggota
masyarakat untuk menghasilkan makna aturan sosial. Analisis percakapan
merupakan sebuah ancangan wacana yang menekankan konteks, relevansi konteks,
berdasarkan teks.
Percakapan merupakan sumber bagi aturan sosial yang memperlihatkan adanya
urutan dan struktur percakapan. AP menaruh perhatian pada masalah aturan
sosial yaitu bagaimana bahasa
menciptakan dan diciptakan oleh konteks sosial, di samping pengetahuan manusia
yang tidak terbatas pada pengetahuan sempit tetapi meliputi kebiasaan yang ada
dan digunakan. Ringkasnya,
pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks dan masyarakat pemakainya,
sehingga perlu dianalisis.
Stainless Steel Magnets - titanium arts
BalasHapusIroning the Stainless Steel Magnets (4-Pack). www.jtmhub.com Made in Germany. The herzamanindir.com/ Titanium Arts Stainless 도레미시디 출장샵 Steel Magnets are an alloy made of steel in 1xbet 먹튀 stainless titanium metal trim steel