KELOMPOK 2
Prasyarat Kewacanaan
Di dalam sebuah wacana tentunya
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika membuat suatu wacana.
Syarat-syarat tersebut dapat membuat
sebuah wacana itu lebih hidup dan lebih dipamahi baik oleh pembaca
maupun pendengar .
1.
Topik
Topik
merupakan suatu pokok dari sebuah pembicaraan atau sesuatu yang akan menjadi
landasan dalam penulisan sebuah wacana. Di dalam menentukan sebuah topik
tentunya kita juga harus memperhatikan beberapa syarat, syarat-syarat tersebut
antara lain :
a. Topik
yang dipilih harus menarik perhatian,
b. Dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca,
c. Topik
yang dipilih harus mempunyai sumber acuan yang jelas atau real.
Di dalam menentukan sebuah topik
pada suatu wacana tentunya kita harus membatasinya. Topik yang dipilih harus
terbatas, sebab apabila suatu topik itu terlalu luas maka topik itu akan
menjadi dangkal dan tidak menarik untuk dibahas. Adapun yang mencakup dalam
pembatasan tersebut meliputi : konsep, variabel, data, lokasi pengumpulan data
dan waktu pengumpulan data. Elemen – elemen tersebut saling berhubungan satu
sama lain, apabila salah satu elemen tersebut ada yang hilang maka sebuah topik
itu tidak akan menarik dan akan terasa membosankan.
Contoh apabila dalam memilih sebuah
topik kita tidak menghiraukan konsep dari topik itu sendiri maka topik yang
kita pilih itu tidak akan menarik si pembaca untuk membaca artikel yang telah
kita buat. Jadi, pada intinya semua elemen tersebut saling mendukung agar
sebuah topik itu dapat menarik perhatian si pembaca untuk membaca artikel yang
kita buat.
2.
Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan
sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Anton
M. Moelino (1988:34) menyatakan bahwa
wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep
kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana
(kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki
keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96)
untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus
kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana
dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur
lainnya.
Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu
kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal artinya kepaduan
bentuk sesuai dengan tata bahasa. Sedangkan, kohesi leksikal artinya kepaduan
bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi gramatikal dibagi menjadi beberapa bagian
yang meliputi:
A.
Referensi (pengacuan)
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual
tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi
atas:
1.
Referensi
eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana.
Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di
luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2.
Referensi
endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
a. Referensi anaphora yaitu pengacuan
satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran
pesta kembang api.
b. Referensi katafora yaitu pengacuan
satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan. Contoh:
Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
B.
Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai
penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat
dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1. Substitusi nominal yaitu penggantian
satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda. Contoh:
Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi
bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi verbal yaitu penggantian
satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja. Contoh: Soni
berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore.
Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3. Substitusi frasa yaitu penggantisn
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa. Contoh:
Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk
menengok Nenek di desa.
4. Substitusi klausal yaitu penggantian
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa. Contoh :
Nida : jika
perubahan yang dialami oleh azam tidak bisa diterima dengan baik oleh
orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa
orang-orang tesebut banyak yang tidak sukses seperti azam.
Barik : tampaknya memang begitu!
C.
Elipsis (pelesapan)
Elipsis adalah pelesapan satuan
lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis
yaitu:
1. Untuk efektifitas kalimat
2. Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam
pemakaian bahasa
3. Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk mengaktifkan pikiran pendengar
atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan
kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima
kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat
tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan,
ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Contoh lainnya, seperti
berikut:
Kakak: Kapan adik datang?
Adik : tadi
siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan
pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.
D.
Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi
gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure
yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf. Macam-macam
konjungsi sebagai berikut:
1.
Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi
apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi
tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara
lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh arena itu, dengan demikian dan
sebagainya. Contoh: Adik sakit sehingga
tidak masuk sekolah.
2.
Pertentangan
Hubungan pertentangan terjadi
apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan.
Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun. Contoh: Nyamuk berseliweran,
pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
3.
Kelebihan atau eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk
menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah. Contoh: Karena tadi
malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.
Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan
untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali. Contoh: Anda
tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali
dengan persetujuan dokter.
5.
Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai
pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan
yaitu: agar dan sehingga. Contoh: Agar
naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6.
Penambahan atau aditif
Penambahan berguna untuk
menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya
digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan
yaitu: dan, juga, serta, selain itu. Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur
katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang
lain. Selain itu, ia suka menolong
sesama teman. Dan dia penyabar.
7.
Pilihan atau alternatif
Pilihan digunakan menyatakan
pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa. Contoh:
Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau
IPS?
8.
Harapan atau optatif
Konjungsi harapan digunakan
untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu
semoga, moga-moga. Contoh: Semoga,
dia lulus dengan nilai terbaik.
9.
Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi yang
menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang
digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula. Contoh: Intan
bangun tidur pukul 05.00, kemudian
ambil air wudlu. Setelah itu dia
menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu
tak lupa ia mengaji.
10.
Syarat
Merupakan proposisi yang
menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan
jika. Contoh: Jika bulan ini aku
bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11.
Cara
Merupakan proposisi yang
menunjukkan suatu hubungan cara. Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara. Contoh:
Mungkin dengan cara seperti ini, aku
membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi
leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi :
A.
Pengulangan
atau repetisi
Repetisi
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat.
Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual. Contoh: Berfilsafat
didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita
tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah
kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B.
Sinonimi
Sinonimi
merupakan persamaan makna kata. Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap
10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa
raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang
sepanjang masa.
C.
Antonim
Antonim
merupakan perlawanan kata. Contoh: Dalam rangka menyambut peringatan
kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi
yang putri sebagian besar membawa sapu,
sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek
maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.
D.
Hiponim
Hiponim
merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus Contoh: Setiap hari Anita
menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar,
melati, dahlia, dan anggrek.
E.
Kolokasi
Kolokasi
merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum. Contoh: Bermula dari
goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran
kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi
perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran,
televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F.
Ekuivalensi
Ekuivalensi
merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat. Contoh: Setiap hari aku belajar
dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain
mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,
beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi kontributor
penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976 dalam
Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur
kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang utuh dan
koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung
menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan
kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syatar
kohesi sekaligus koherensi.
3.
Koherensi
Koherensi adalah pengaturan
secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang
logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978 : 25).
Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang
lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh. Yang
termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1.
Penambahan
Sarana
penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula,
selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
Laki-laki
dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus
di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu akan meningkatkan hasil
panen. Selanjutnya upaya itu
akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh pemerintah kita.
2.
Repetisi
Penggunaan
repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada
contoh di bawah ini.
Dia
mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan
itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya.
Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya
tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan.
3.
Pronomina
Sarana penghubung yang berupa
kata ganti orang, terlihat pada contoh yang berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di
seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah
itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib baik.
4.
Sinonimi
Pada
contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa
sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang
dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik, halus budi
bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak
dijadikan istri, teman hidup
selama hayat dikandung badan.
5.
Totalitas Bagian
Kadang-kadang,
pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang
dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan
pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya
membeli buku baru. Buku itu
terdiri dari tujuh bab. Setiap bab
terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa
kalimat. Selanjutnya kalimat
terdiri atas beberapa kata.
Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6.
Komparasi
Komparasi
atau perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.
Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda.
Dengan
sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana.
Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat
pada contoh berikut ini.
Bekerja
bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang
menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang ini telah selesai
kita kerjakan. Jelaslah hubungan
antara kedua kampung, berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua
kampung.
7.
Kontras
Juga
dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah kekoherensifan
karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh
tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu tidak
lulus. Namun demikian, dia tidak
pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin
belajar.
8.
Simpulan
Dengan
kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun, kita dapat juga
meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat
pada contoh berikut ini.
Pepohonan
telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami.
Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara
segar dan sejuk nyaman. Jadi
penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa
tahun yang lalu. Oleh karena itu,
para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
9.
Contoh
Dengan
pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan
kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman
rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami
kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya:
bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah
yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan
obat-obatan tradisional, misalnya:
kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan
sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh: bayam, cabai, jahe,
dan sirih.
10.
Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat
penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan
wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran
tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru
mengenai wacana. Karena asiknya, saya
tidak mengetahui, saya tidak
mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
11.
Waktu
Kata-kata
yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan
wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar